Penadah Cula Badak Jawa Divonis Bebas

Penadah Cula Badak Jawa - Willy alias Liem Hoo Kwan, terdakwa kasus penadah cula badak Jawa, dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang. Vonis tersebut diputuskan hakim pada Selasa (27/8/2024).

Penadah Cula Badak: Willy alias Liem Hoo Kwan

Dikutip dari Kompas.com Kasi Intel Kejari Pandeglang, Wildan, membenarkan keputusan tersebut.

"Betul, terdakwa (kasus penadah cula badak) oleh majelis hakim divonis bebas," kata Wildan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (28/8/2024) malam.

Dalam persidangan, hakim menyatakan, Willy tidak terbukti melakukan transaksi penjualan cula badak yang berasal dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Oleh karena itu, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang berdasarkan pada Pasal 40 ayat (2) juncto Pasal 21 ayat 2 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

JPU Akan Ajukan Kasasi

Wildan mengungkapkan, sebelumnya JPU Kejari Pandeglang menuntut Willy lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, diganti dengan kurungan penjara tiga bulan.

"Terdakwa juga dituntut hukuman membayar denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan diganti dengan kurungan penjara selama 3 bulan," ujar Wildan.

Dalam dakwaan, Willy disebut menyimpan dan memperniagakan cula badak Jawa, untuk kemudian dijual ke Chen ZheHui atau Ai, yang merupakan warga Tiongkok. Karena vonis bebas tersebut, JPU Kejari Pandeglang telah memutuskan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Perkumpulan Nalar Pandeglang menyoroti vonis bebas Liem Hoo Kwan Willy alias Willy terdakwa penadah cula badak oleh hakim Pengadilan Negeri Pandeglang beberapa waktu lalu.

Jubir Nalar Pandeglang, Moch Fikry Rosyad menilai dissenting opinion (DO) yang digunakan majelis hakim dalam sidang putusan bisa mencederai prinsip keadilan, jika ada tujuan tertentu dalam penggunaannya.

“Jika seorang hakim menyalahgunakan dissenting opinion (DO) untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan, maka hal ini bisa menjadi masalah serius dalam sistem peradilan,” jelasnya, Selasa (3/9/2024).

Fikry menambahkan, penyalahgunaan dissenting opinion juga dapat merusak integritas peradilan dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. Menurutnya, penyalahgunaan dapat terjadi jika dissenting opinion didasarkan pada kepentingan pribadi, tekanan eksternal, atau faktor lain yang tidak terkait dengan penegakan hukum yang adil dan objektif.

Pada sidang putusan kasus penjualan cula badak, majelis hakim PN Pandeglang memvonis bebas Liem Hoo Kwan Willy. Ia merupakan penadah cula badak Jawa yang diburu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) oleh komplotan Sunendi.

Padahal sebelumnya Willy sudah terbukti bertransaksi cula badak Jawa dengan Yogi Purwadi yang divonis 4,5 tahun penjara. Terhadap Willy, dua hakim anggota, Panji Answinartha dan Madela Natalia Sai Reeve berpendapat bahwa Willy tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa.

“Dalam situasi seperti itu, perlu adanya pemeriksaan yang cermat oleh otoritas pengawasan atau lembaga yang berwenang untuk memastikan bahwa keputusan hakim, termasuk dissenting opinion diambil berdasarkan hukum dan bukti yang relevan, bukan karena motivasi yang tidak sah,” tegasnya.

Bupati Pandeglang, kata dia, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian TNUK yang merupakan salah satu kawasan konservasi paling penting di Indonesia, terutama sebagai habitat terakhir bagi badak ujung kulon yang terancam punah.

“Dalam upaya melindungi TNUK dan mencegah pelanggaran, termasuk perburuan dan penjarahan cula badak, Bupati harus memastikan bahwa setiap pelanggar hukum yang terlibat dalam perburuan atau penjarahan cula badak mendapatkan sanksi yang berat,” ujarnya.

Selain Bupati Pandeglang, lembaga pengawas juga harus ikut campur dalam kasus ini guna memastikan bahwa dissenting opinion yang digunakan oleh majelis hakim memang sudah sesuai dengan asas keadilan.

“Lembaga Pengawasan dan Komisi Etika harus bisa memastikan bahwa dissenting opinion digunakan dengan tepat. Jika ada indikasi penyalahgunaan, hakim dapat dikenakan sanksi atau tindakan disipliner,” pungkasnya.

Oleh karena itu, semua pihak harus ikut mengawasi dan terlibat demi menjaga populasi badak Jawa yang berada di TNUK, salah satunya tidak melepaskan begitu saja penadah cula badak.

“Tindakan tegas dan kolaboratif dari Bupati Pandeglang beserta Instansi terkait sangat penting untuk memastikan bahwa TNUK tetap menjadi tempat yang aman bagi badak Ujung Kulon dan keanekaragaman hayati lainnya,” tutupnya.

Postingan Terkait