Penangkapan 13 Pemburu Badak Jawa

Polda Banten menangkap setidaknya 13 orang terduga pelaku perburuan badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandenglang, Banten. Dari keterangan para pelaku menyebutkan mereka sudah membunuh 26 badak bercula satu dan menjual culanya di pasar gelap internasional.

keterangan pers kepolisian


Namun demikian, polisi akan terus menggali berapa jumlah pasti badak yang mati diburu dengan terjun ke lapangan dan memeriksa tulang belulang badak ke laboratorium. Sebab, ada kemungkinan jumlah badak yang diburu bisa lebih dari 26 atau kurang dari itu.

Baca: 17 Badak Hilang Dari Pantauan Camera Trap

"Ini masih belum kita ketahui berapa jumlahnya, [26 ekor] hasil keterangan saja. Tapi kita belum tahu fakta yang ada di lapangan, tulang badak dan sebagainya. Karena kita susah menentukan, artinya pengakuan ini belum tahu juga fakta di lapangan," ujar Abdul Karim seperti dilansir Kompas.com.

tersangka pelaku pemburuan badak jawa

Kapolda Banten, Irjen Pol Abdul Karim, bilang 13 orang pelaku tersebut berasal dari dua jaringan yang dipimpin Sunendi dan Suhar.

Culanya Dijual Ke China

Selain menangkap para pemburu, polisi juga menyita hasil perburuan berupa cula badak yang hendak dijual ke China.

"Itu jaringan Suhar ada lima orang dan jaringan Nendi ada delapan orang. Jadi totalnya 13 orang," ujarnya.

Terkait jaringan, polisi menyebut masih terus mengejar jejaring pemburu liar lainnya. Tapi setidaknya ada dua jaringan yang baru terdeteksi oleh aparat.

Sejauh ini, polisi belum melakukan pencarian penjualan cula ilegal tersebut ke China karena masih fokus melakukan penyelidikan dan penyidikan di taman nasional.

Hanya saja polisi mengeklaim telah menangkap dua orang yang diduga menjadi penghubung atau calo penjualan cula badak dari Indonesia ke China. Calo cula badak itu disebut merupakan warga negara China.

"Sebelumnya sudah diamankan yang menjual sampai ke China. Nilainya yang paling mahal dijual ke China, untuk obat dan kosmetik. Orang China-nya ada dua (yang ditangkap). Di China ada pasar yang belum kami amankan," jelas Dirkrimum Polda Banten, Kombes Pol Yudhis Wibisana.

Untuk diketahui, pada April 2024 lalu Polda Banten juga telah menangkap tiga orang, yakni pemburu berinisial N, pembeli berinisial W, dan Y selaku penghubung atau calo dari N ke W.

Dari pengakuan N diketahui dia sudah membunuh enam badak bercula satu di TNUK. Cula badak hasil perburuan tersebut dihargai Rp200 juta sampai Rp500 juta.

Mereka pun dikenakan Pasal 40 ayat 2, juncto Pasal 21 ayat 2 UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya dengan ancaman lima tahun penjara.

Ketua Auriga Nusantara, Timer Manurung, meyakini para pemburu cula badak Jawa ini adalah pemburu profesional badak Sumatra yang belakangan mengincar badak Jawa.

Pasalnya populasi badak Sumatra juga menyusut drastis, bahkan di Lampung hampir dipastikan sudah punah kecuali yang berada di Taman Nasional Way Kambas.

Kondisi itu membuat para pemburu akhirnya beralih ke Ujung Kulon yang jaraknya relatif dekat.

"Ini yang jadi soal karena kita tidak pernah mendengar penangkapan pemburu badak di Sumatra," ujar Timer Manurung kepada BBC News Indonesia, Senin (03/06).

"Makanya kalau [kasus di TNUK] tidak ditangkap pembeli dan pemodalnya, tinggal menunggu waktu akan ada badak yang mati. Karena otak pelakunya dibiarkan."

Perkiraan Auriga Nusantara, jumlah badak Jawa di TNUK sebelum tahun 2020 tersisa 60-an ekor. Jumlah itu sebetulnya berkurang dari tahun ke tahun.

Pada April 2023, Auriga pernah melaporkan 15 ekor badak Jawa di TNUK hilang alias tidak terpantau sejak tiga tahun terakhir. Lembaga ini menduga kuat, hilangnya belasan badak itu berkaitan dengan meningkatnya aktivitas perburuan liar di kawasan tersebut.

Selain itu sebanyak tiga badak yang terdiri dari satu jantan dan dua betina juga ditemukan mati pada tahun 2020 dan 2021.

Itu mengapa, Timer memercayai temuan Polda Banten yang menyebut 26 badak Jawa telah mati di tangan pemburu liar.

Pasalnya sejak tahun 2020 atau ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutus kerja sama dengan WWF Indonesia kegiatan patroli terbengkalai.

"Karena orang bebas masuk, enggak ada pengawasan. Ujung Kulon kan tepi laut, orang bisa sandar perahu di mana saja. Kalau tidak ada yang patroli, ya bisa-bisa aja [masuk]."

"Perlu diketahui, kegiatan teknis konservasi di taman nasional biasanya dilakukan mitra-mitra KLHK atau NGO seperti WWF Indonesia. Saat WWF Indonesia [diusir], konservasi dan patroli enggak ada."

"Sekarang ALeRT Indonesia mencoba mengisi kekosongan itu, tapi kan sudah kadung mati badaknya."

Timer juga menyebut para pemburu biasanya membunuh hewan yang terancam punah ini dengan cara ditembak. Lalu mengambil culanya, lantas bangkainya dicincang dan dikubur. Itu mengapa jasadnya tidak ditemukan.

"Itu cerita dari pemburu, mereka bagi-bagi tugas, ada yang menembak, mengambil cula, dan mengubur. Jadi ini sudah menjadi kejahatan yang terorganisir," ungkap Timer.

"Karena sebelum-sebelumnya kalau ada badak mati, pasti ketemu jasadnya. Artinya cula badak tidak dicuri."

Postingan Terkait