26 Badak Mati Diburu, Pelakunya Hanya Diganjar 12 Tahun Penjara
26 ekor Badak Jawa mati dibunuh para pemburu, pelaku utamanya hanya divonis 12 tahun penjara. Kasus pembantaian badak Jawa ini memang sangat mengejutkan semua kalangan masyarakat baik di tingkat daerah, nasional bahkan internasional. Betapa tidak, satu ekor badak Jawa yang mati saja sudah merupakan kerugian yang sangat besar, apalagi sampai 26 ekor. Benar-benar keterlaluan.
Lalu bagaimana kasus kejahatan lingkungan terbesar sepanjang sejarah Ujung Kulon ini bisa terjadi? Apakah ada indikasi keterlibatan oknum aparat pemerintah yang membackingi para pelaku perburuan liar itu? Temukan jawabannya dengan membaca tulisan yang kami himpun dari berbagai media online mainstream berikut ini.
Pemimpin jaringan pemburu liar, Sunendi, telah divonis 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan atas pembunuhan enam ekor badak Jawa bercula satu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sunendi merupakan satu dari 13 pelaku yang ditangkap karena dituduh membunuh 26 ekor badak Jawa.
Baca: 6 Ekor Badak Dibantai Pemburu
Dalam putusan vonis yang dibacakan hakim anggota Pengadilan Negeri, Pandji Answinartha di Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (5/6) sore, Sunendi membunuh enam ekor badak menggunakan senjata jenis mouser, pistol, senapan angin dan bedil locok.
Keenam ekor yang dibunuh itu terdiri dari lima badak jantan dan satu betina pada periode 2019 sampai 2023, kata hakim Panji Answinartha.
Baca: Dakwaan Pemburu Badak Jawa
Oleh karena itu, Sunendi dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana menangkap, membunuh dan memperniagakan satwa yang dilindungi, yakni badak Jawa, sebagaimana dakwaan kumulatif Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a dan huruf d Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam serta Pasal 1 Undang-undang Darurat dan Pasal 362 KUHP.
Baca juga: Petisi Hukuman Pelaku Pembunuhan Badak Jawa
"Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya, terdakwa tidak memiliki belas kasih pada satwa yang dilindungi sehingga membidik dan menembaknya hingga mati," kata hakim Pandji Answinartha seperti dikutip detikcom.
Vonis ini jauh lebih tinggi ketimbang tuntutan lima tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider dua bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Pandeglang, pada 13 Mei lalu.
Berdasarkan fakta-fakta hukum di persidangan, Sunendi memiliki koleksi tengkorak dan tulang belulang badak Jawa yang pernah ia buru.
Dia juga memiliki satu lembar rekapitulasi data individu badak yang terekam camera trap pada 2020-2023. Ada pula peta penjagaan jalur masuk atau keluar prioritas dan operasi penyergapan di Seksi II Taman Nasional Ujung Kulon.
Bahkan, menurut hakim, ia memiliki satu bundel peta distribusi badak Jawa hasil rekaman camera trap sepanjang 2020-2023.
Menurut hasil temuan Polda Banten, Sunendi merupakan salah satu pemimpin jaringan pemburu liar badak bercula satu. Cula tersebut diduga diselundupkan dan dijual ke China untuk obat dan kosmetik.
Terbongkarnya Aksi Sunendi CS
Aksi Sunendi terbongkar saat petugas TNUK menemukan kepala badak yang sudah terpotong. Petugas juga menemukan tulang belulang badak yang tewas diduga karena ditembak.
"Saksi Ujang Acep menemukan kepala badak Jawa atau badak bercula satu pada Juni 2023 di sekitaran kubangan badak Jawa minum dan mandi, dan tim menemukan tulang badak diduga mati karena ditembak senapan locok di jalan yang bisa dilintasi badak," kata hakim Pandji Answinartha di Pengadilan Negeri Pandeglang sebagaimana diberitakan Detik.com.
Rekaman camera trap, menurut hakim, menampilkan Sunendi dan kelompoknya membawa laras panjang. Rekaman juga menunjukkan empat camera trap yang dimasukkan ke tas.
Baca: Pemburu Badak Jawa Tertangkap Lagi
"Resmob melakukan penyelidikan hilangnya camera trap sampai untuk mengetahui dengan jelas terlihat seseorang pakai topi, sepatu bot, selempang, bawa senapan dan golok. Bahwa dari dalam rekaman Sunendi tanpa seizin pemiliknya telah mengambil camera trap di Citadahan," papar hakim.
Pihak kepolisian mengaku masih terus mengejar jaringan pemburu liar lainnya setelah menangkap 13 terduga pelaku, termasuk delapan orang dari jaringan Sunendi.
Secara keseluruhan, 13 terduga pelaku itu ditengarai sudah membunuh 26 badak bercula satu dan menjual culanya di pasar gelap internasional.
Yayasan Auriga Nusantara menyebut dugaan kematian 26 badak Jawa bercula satu oleh jaringan pemburu liar di TNUK merupakan jumlah terbesar jika merujuk pada populasinya yang semakin berkurang.
Catatan mereka, sebelum tahun 2020, jumlah badak bercula satu di TNUK mencapai 60-an ekor. Tapi jumlah badak tersebut terus menyusut tahun-tahun setelahnya karena diduga aktivitas perburuan liar meningkat di kawasan tersebut.
Karena itulah Auriga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan kepolisian serius mengungkap kejahatan yang terorganisir ini sampai ke pemodalnya dan menghukum seberat-beratnya sebagai efek jera.
Sementara itu, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyatmoko, mengatakan laporan polisi yang menyebut 26 badak Jawa mati oleh pemburu masih perlu pendalaman dan pembuktian berupa tulang-belulang dari hasil perburuan.
Saat ini tim dari TNUK bekerja sama dengan penyidik Polda Banten sedang memetakan di mana lokasi perburuan dan di mana tulang itu berada berdasarkan pengakuan dari para pemburu yang sudah ditangkap.